Di tengah derasnya arus pembangunan properti di dunia, lahan hijau tampaknya makin sulit untuk ditemukan. Tidak tersisa lagi hutan hijau nan meneduhkan karena kini keberadaannya sudah digantikan oleh hutan besi. Tidak perlu jauh-jauh melihat ke pusat peradaban dunia, di Indonesia pun demikian adanya. Bahkan, kawasan exclusive residence Jakarta CBD yang menjadi pusat bisnis Jakarta pun harus jeli mengatur tata letak wilayahnya agar tetap go green dan ramah lingkungan.
Melihat keadaan tersebut, tampaknya inovasi yang dilakukan oleh pemerintah New York ini bisa menjadi pilihan. Baru-baru ini, warga New York dikagetkan dengan kemunculan The Lowline Lab, sebuah showcase nyata dari taman bernama The Lowline yang masih dalam tahap pembangunan. The Lowline Lab layaknya sebuah laboratorium di mana para pengunjung bisa merasakan sensasi sesungguhnya meski luasnya tidak seberapa. Dibangun di bekas pusat perbelanjaan di kawasan New York’s Lower East Side, The Lowline Lab memiliki luas 5000 kaki atau setara dengan 464 meter persegi. Di dalamnya terdapat ratusan tumbuhan yang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk taman yang indah.
Bagaimana tanaman ini bisa tetap tumbuh meski berada di bawah tanah? Jawabannya adalah dengan menggunakan teknologi surya untuk menampung sinar matahari dari atas dan meneruskannya ke bawah. Showcase taman ini dibangun oleh James Ramsey, arsitek dari Raad Studio, biro arsitektur terkenal di New York, dan bekerja sama dengan perusahaan teknologi dari Korea. Rencananya, taman bawah tanah yang sesungguhnya, The Lowline Park, akan dibangun di bekas terminal subway yang terletak sekitar dua blok dari Lower East Side. Taman bawah tanah ini sendiri baru dibuka untuk publik pada tahun 2020.
Warga New York yang ingin merasakan sensasi taman bawah tanah ini bisa datang mengunjungi The Lowline Lab mulai dari bulan ini hingga beberapa bulan ke depan. Nama The Lowline sendiri diambil untuk mengimbangi The Highline, taman yang berada di kota New York dan dibangun di atas bekas jalur kereta api.